Antara Khauf dan Raja'



Sebuah analogi tentang semangat hidup dan kesadaran pada Yang Maha Pemberi Hidup.

Kowe kudu wedi karo Alloh. Jajal lek kowe gak diwehi moto, lekmu ndelok piye?, kata Fikri (6), pada Faiq (5) suatu hari. Mendengar itu, saya hanya trenyuh, karena keadaan Fikri yang notabene (maaf) cacat; kaki kirinya bengkok dan masing-masing dari kedua telapak kakinya menghadap ke luar. Subhanallah. Anak sekecil itu dan dalam keadaan seperti itu bisa mengambil hikmah yang luar biasa. Mata, lengkapnya Sepasang Mata, benar-benar merupakan anugerah yang sempurna dari Tuhan. Karena dengan sepasang mata, kita bisa menjalani kehidupan di dunia yang indah ini. Bayangkan jika kita tidak memiliki mata, atau paling tidak hanya memiliki sebelah mata. Akankah kita bisa menikmati dunia ini. Dan akankah kita tetap semangat menjalani hidup. Subhanallah.


Setelah itu, saya memutuskan untuk menulis tentang Fikri. Di kamar yang penuh spanduk bekas kegiatan, iklan, dan kampanye saya menata hati menulis ide tersebut. Ketika menyalakan player, terdengar lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Sebelah Mata :

Sebelah mataku yang mampu melihat
Bercak adalah sebuah warna warna mempesona
Membaur dengan suara dibawanya kegetiran
Begitu asing terdengar

Sebelah mataku yang mempelajari
Gelombang kan mengisi seluruh ruang tubuhku
Terbentuk dari sel akut
Dan diabetes adalah sebuah proses yang alami


Tapi sebelah mataku yang lain menyadari
Gelap adalah teman setia
Dari waktu waktu yang hilang


Lagu ini juga tak jauh beda dengan cerita (nyata) tentang Fikri. Lirik lagu ini dibuat oleh Adrian, sang bassis, yang dikaruniai Tuhan dengan sebelah mata saja. Awalnya kedua matanya normal, namun disebabkan oleh diabetes secara perlahan dan bertahap sebelah matanya tidak bisa melihat lagi. Meskipun menderita diabetes akut seperti itu, Adrian tetap menjalani hidup dengan semangat. Bersama Cholil dan Akbar, mereka berkreasi dalam Efek Rumah Kaca, kelompok musik indie dari Jakarta - terkenal dengan salah satu hitsnya Di Udara yang membawa tema tentang aktivis HAM, Munir yang mati diracun di udara (di dalam pesawat terbang).

Ku bisa tenggelam di lautan
Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti..


Kamu harus takut pada Tuhan. Coba kalau kamu tidak diberi mata, bagaimana kamu akan melihat?