imbuhan me - kan yang membingungkan

mengartikan sesuatu hal itu gampang2 susah
gampang jika hal itu sudah milik masyarakat
susah jika hal itu masih milik masyarakat
terkadang mengartikan sesuatu hal itu tabu
di lain waktu mengartikan sesuatu hal itu harus
yang pasti jangan mengartikan sesuatu hal sebelum diartikan

Read More......

Jangan Didefinisikan

Apa lagi yang akan didefinisikan
Tak sadarkan definitor2 itu

semua hal2 luhur adalah benar
asalkan tidak sampai dirumuskan (JWM Verhaar)


Karena ketika suatu nama kusebut
kau akan memberikan arti lain
daripada makna yang hidup di hatiku (Jalaluddin Rumi)


Lagipula,
Apalah arti sebuah nama? (William Shakespeare)

Read More......

(Lagi2) tentang orisinil dan otentik

orang2 bumi sudah tahu
semua yang orisinil itu orisinil
semua yang otentik itu otentik
itu karena tidak ada yang tanya

orang2 bumi seharusnya ngerti
semua yang orisinil itu bukan orisinil
semua yang otentik itu bukan otentik
itu jika tidak ada yang cari

orang2 bumi sudah seharusnya tahu
semua yang orisinil itu harus dibantah
semua yang otentik itu harus dibantah
sampai mereka lelah
dan menyerah

Read More......

Yang Bukan Milik Siapa-siapa

Claim of truth and salvation
Yang sering dimiliki orang-orang itu
Pun bukan kebenaran dan keselamatan
Tetap saja ramai dimiliki
Kepemilikan hak klaim
Bukan lantas hak milik

Tapi, orang-orang itu justru mengklaim memiliki
dan menghukum orang-orang yang lain
Orang-orang yang lain juga menghukum orang-orang itu
dengan klaim kepemilikan yang mereka miliki

Sebenarnya
Kebenaran dan keselamatan bukan milik siapa-siapa
Bahkan
kebenaran dan keselamatan bukan apa-apa
jika saja orang-orang semua tidak merasa memiliki dia

(dimuat di sapulidi lidisitiga)

Read More......

Sebuah kesalahan yang membudaya

15 abad umur agama Islam
Apa yang dilakukan orang2?
Adakah al-Quran diamalkan?
Payah
al-Quran tak jadi otoritas
Justru tafsir2 buatan manusia yang jadi amalan

Read More......

teks yang sering dibaca dan diperbincangkan

22 tahun 2 bulan 22 hari
turun dari lauh al-mahfudz kepada sang nabi
dengan perantara jibril

konversi dari sesuatu yang lampau
menjadi sesuatu yang baru


nah, ini pertanyaannya
barukah atau lampaukah
dan di manakah dua sesuatu itu kini

Read More......

tentang sebuah kenyamanan

saat dia membawa jalan cahaya bagimu
kau mengikutinya
kau merasakan nikmat dalam jalannya
tidak inginkah kau mencari jalan sendiri
yang sebenarnya pun tak beda dengan dia


sangat disayangkan

jika kau berjalan hanya mengikuti
kini saatnya kau merobohkan kenyamanan itu
tapi buatlah kenyamanan baru

Read More......

Syukur Nikmat; Tafsir al-Takatsur 5-8

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surat al-Takatsur sebagai salah satu surat Makiyyah dalam al-Qur'an menerangkan tentang peringatan dan ancaman Allah terhadap orang-orang yang saling bermegah-megahan dalam kehidupannya. Kemudian Allah menurunkan surat ini berkaitan dengan mereka sebagai petunjuk bagi manusia pada masa kini. Karena esensi al-Qur'an adalah sebagai hudan li al-Muttaqin, Petunjuk bagi umat manusia.
Surat al-Takatsur terdiri dari 8 ayat.. Isi atau pokok kandungan surat al-Takatsur adalah; sifat manusia yang saling menyombingkan diri dan kelompoknya yang terdapat pada awal surat ini, dan peringatan Allah atas akan datangnya hari Akhir pada bagian akhir.

B. Rumusan Masalah

1. Surat al-Takatsur dalam pandangan Sosio-Historis
2. Korelasi surat al-Takatsur dengan surat-surat lain di al-Qur'an
3. Kandungan Ayat dalam al-Takatsur bedasarkan implikasi kekinian













BAB II
SURAT AL-TAKATSUR
(BERMEGAH-MEGAHAN)

Ayat 5-8
كلا لو تعلمون علم اليقين (5)
لترون الجحيم (6)
ثم لترونها عين اليقين (7)
ثم لتسئلن يومئذ عن النعيم (8)

5. Janganlah begitu, Jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahannam,
7. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin,
8. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)


Surat Al-Takatsur ayat 5-8 diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mendustakan hari akhir dan neraka. Berkaitan dengan surat sebelumnya, yakni Surat al-Qori'ah. Jika pada surat al-Qori'ah memberikan deskripsi tentang peristiwa pada Hari Kiamat, maka dalam surat al-Takatsur ini menegaskan peringatan dan pertanyaan Allah pada masing-masing individu atas amal perbuatannya. Sedangkan menurut al-Biqa'I (809 – 885 H), surat ini lebih dekat pada menerangkan Surat al-Adiyat.
Ayat 5-8 dari Surat al-Takatsur ini masih berkaitan erat dengan ayat 1-4 yaitu tentang orang-orang yang saling bermegah-megahan dan bersaing dalam kekayaan dan banyaknya jumlah anggota mereka.


A. Pandangan Sosio-Historis
Kehidupan masyarakat Arab pada saat turunnya surat ini bercorak iklim egoisme primordialistis. Mereka cenderung membanggakan kesukuan, bahkan bersaing dengan suku lain dan saling menjelek-jelekkan. Kemudian turunlah Ayat 1-4 yang lantas menunjuk pada persaingan Bani Harts dan Bani Haritsah. Sedangkan turunnya ayat 5-7 masih berkaitan erat dengan ayat 1-4 sebagai acuan terhadap perbuatan mereka yang saling bermegah-megahan. Selain itu, masyarakat Arab pada umumnya kurang begitu bersyukur dengan nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah, sehingga turunlah ayat ke-8.
Secara esensial, segala aspek kehidupan ini merupakan nikmat dari Allah yang harus disyukuri, maka seharusnya umat muslim –dan umat manusia seluruhnya- bersyukur dan menyembah Allah dengan kaaffah. Namun, masyarakat Arab masa itu banyak yang lalai untuk bersyukur dengan menafikan nikmat yang telah diterima. Jika dikaitkan dengan perspektif kekinian, maka akan ada banyak korelasi yang faktual dengan Surat al-Takatsur ayat 5-8 ini.
Masyarakat dunia secara umumnya –yang pada ekstensinya merupakan makhluk yang diciptakan Tuhan-, banyak meninggalkan himmah untuk bersyukur dengan meminimalisasi batas-batas nikmat yang diberikan Allah. Jika saja mereka memahami hukum kausalitas (sebab-akibat) dengan positif, pastilah akan ditemukan kebenaran hakiki.
Sense of thanksgiving mutlak harus dimiliki manusia, karena tidak dapat dipungkiri bahwa terciptanya manusia sudah merupakan nikmat yang luar biasa besar. Allah swt. berfirman :

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي َادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَآ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ {172}
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan turunan anak Adam dari tulang punggungmu dan Tuhan mengambil kesaksian mereka sendiri, firmannya : Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka (roh manusia sebelum ditiupkan) menjawab : benar ! Kami telah menyaksikan. Nanti di hari kiamat agar kamu tidak mengatakan : bahwa kami lalai terhadap hal ini".

Dalam tafsir al-Manar, Muhammad Abduh mengenterpretasikan ayat ini mengandung dua poin utama esensi penciptaan manusia, yaitu :
1. Manusia telah diciptakan Allah atas fitrah Islam.
2. Dalam jiwa manusia, sudah ditanamkan gherizah (naluri, potensi) iman.

Sebagai perwujudan sense of thanksgiving, manusia harus "memberikan sesuatu" sebagai ungkapan terima kasih atas nikmat yang telah diterima. Dengan analogi; Tuhan telah memberikan nikmat hidup pada manusia, sebagai kebalikannya manusia juga harus memberikan "hidup" atau apapun yang setara dengan nikmat yang diterima. Dan karena manusia tidak memiliki apa yang dibayarkan kecuali diri sepenuhnya maka ungkapan itu tidak lain dibayar dengan penyerahan dirinya berupa ketaatan dan ibadah pada Tuhan.


B. Korelasi Surat
Surat al-Takatsur memiliki hubungan timbal-balik yang kompleks dengan surat sebelumnya; al-Qori'ah dan sesudahnya; al-Ashr. Dalam surat al-Qari'ah, dijelaskan bahwa Allah mendeskripsikan situasi pada saat hari Kiamat. Dan hal tersebut ditekankan kembali dalam surat al-Takatsur yang mengancam orang-orang yang tidak percaya dengan datangnya hari akhir. Ancaman atau peringatan tersebut terdapat pada ayat 5-7. Berkaitan dengan surat al-Ashr, maka membawa manusia untuk lebih berhati-hati dalam bersikap, karena hakikat manusia adalah fi khusrin (merugi), kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh.
Selain itu, surat al-Takatsur juga memiliki arah yang senada dengan surat al-Ma'un dalam permasalahan syukru al-ni'mah. Dalam surat al-Ma'un digambarkan tentang orang-orang yang enggan bersyukur atas nikmat yang telah diterima. Orang-orang tersebut tidak mau memberi makan anak yatim dan orang miskin.
Secara garis besar, surat-surat tersebut memerintahkan umat manusia untuk lebih berintrospeksi pada amal yang dilakukan dan nikmat yang diterima. Karena hari Akhir pasti akan datang dan orang-orang yang menafikan syukur telah dijanjikan balasan berupa neraka Jahim dan Wail oleh Allah swt.

C. Kandungan Ayat
كلا لو تعلمون علم اليقين (5)

5. Janganlah begitu, Jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,

Ayat ini diawali dengan lafad Kalla yang berarti; Jangan begitu, Tidak (seperti itu). Sedangkan penggunaan lafad Kalla tersebut pasti memiliki kaitan dengan pernyataan sebelumnya. Jadi, ayat ini masih berhubungan dengan pernyataan sebelumnya, yakni tentang orang-orang yang saling bermegah-megahan.
Kemudian, penggunaan kata Lau yang bermakna pengandaian. Dalam kalimat tersebut, Allah menggambarkan bahwa seandainya orang-orang yang bermegah-megahan tersebut mengetahui dengan yakin, pasti mereka tidak akan saling bermegah-megahan, karena sudah dihadapkan dengan nash dalam ayat berikutnya tentang neraka Jahim.
Ilmu atau pengetahuan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut berarti ilmu yang yaqiniy, bukan sekedar mengetahui. Menurut al-Maraghi, Ilmu yang dimaksud adalah ilmu secara yakin dan sesuai dengan kenyataan di samping dapat diindera dengan alat indera atau dalil yang benar.
Qatadah berkata dalam tafsir al-Baghawi :
كنا نتحدث أن علم اليقين أن يعلم أن الله باعثه بعد الموت
"Kami berbincang-bincang bahwasanya yang dimaksud dengan Ilmul Yaqin adalah Jika seseorang mengetahui bahwa Allahlah yang akan membangkitkannya setelah mati"


لترون الجحيم (6)
6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahannam,

Ayat ini merupakan jawaban dari ayat sebelumnya yang menyebutkan "Jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin", dan sebagai jawaban adalah "Kamu akan melihat neraka Jahannam". Ayat ini ditujukan pada orang-orang yang tidak percaya akan datangnya hari kiamat dan segala hal yang berkaitan dengannya, termasuk surga dan neraka.
Pendapat awal dapat dimengerti bahwa penggunaan kata رأى dalam ayat ini bukan berarti melihar dengan mata kepala sendiri, melainkan melihat dengan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki dengan yakin. Namun dalam tafsir Ibn Katsir, yang dimaksudkan "melihat" dalam ayat ini adalah penglihatan orang-orang kafir penghuni neraka yang telah bermegah-megahan semasa hidupnya.


ثم لترونها عين اليقين (7)
7. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin,

Berbeda dengan penggunaan رأى dalam ayat sebelumnya, maka dalam ayat ini yang dimaksudkan adalah melihat dengan sebenar-benarnya, dengan mata kepala sendiri dan dengan penuh keyakinan. Hal inilah yang akan menjadi I'jaz bagi orang-orang yang pada awalnya mendustakan keberadaan hari akhir. Pada saat itu, mereka akan dihadapkan pada neraka Jahim (dan segala isi hari akhir) dengan nyata sehingga menjadikan keyakinan yang sangat pada diri mereka.
Ainul Yaqin dapat didefinisikan sebagai sebuah pengamatan mendalam yang penuh keyakinan dan tidak dapat dipungkiri. Tingkatan ainul yaqin lebih tinggi dari ilmul yaqin sebagaimana terdapat dalam ayat ke-5. Jika ilmul yaqin berarti mengetahui dengan yaqin, yang meskipun yakin dengan pengetahuannya dan didukung dengan dalil atau hujjah yang memperkuat keyakinannya, namun masih belum cukup kuat karena tiadanya bukti yang nyata
Pengarang kitab al-Muntakhab .menambahkan dalam penafsiran ayat ini : Betapa buruknya tempat kembali kamu sekalian. Kalian pasti akan terkejut dengan gaya hidup yang bermegah-megahan itu. Dan tentu kamu akan berbekal untuk akhirat.

ثم لتسئلن يومئذ عن النعيم (8)
8. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan
(yang kamu megah-megahkan di dunia itu)

Ayat ini menyebutkan sebuah peringatan dari Allah pada seluruh manusia dan khususnya pada orang-orang yang saling bermegah-megahan dan tidak mempercayai hari akhir. Pada hari akhir kelak, setiap amal perbuatan manusia akan ditimbang dan dipertanyakan. Terutama segala kenikmatan yang telah diterima manusia.
Diriwayatkan oleh Anas ibn Malik : Ketika turun ayat ke-8 surat al-Takatsur ini, seorang yang miskin datang pada Nabi dan bertanya, "Apakah ada kenikmatan yang kumiliki, Ya Rasulullah?", kemudian Nabi menjawab, "Iya, naungan, rumput, dan air yang sejuk."
Dalam hadits tersebut diterangkan betapa berartinya nikmat dari Allah, sehingga hal-hal kecil yang seringkali dianggap remehpun juga dihitung sebagai nikmat Allah. Apalagi hal-hal yang prinsip dan primer seperti nyawa, anggota badan, dan akal. Begitu juga dengan kekayaan dan kemegahan yang mutlak merupakan nikmat dari Allah. Namun, banyak sekali manusia yang belum bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah.
Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah hadits yang ditetapkan dalam Sahih Al-Bukhari dan Sunan At-Tirmidhi, An-Nasa'I Dan Ibn Majah dari Ibn ` Abbas. Bahwa Rasulullah bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغ
"Dua kenikmatan yang sering disepelekan oleh kebanyakan manusia; kesehatan dan waktu luang"

Allah berfirman,
..... إِنَّ اللهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَشْكُرُونَ {243}
"….. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur."

Lebih jauh mengenai syukur nikmat, Allah berfirman,
..... لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدُُ {7}
"….. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."

Tambahan ni'mat Allah yang dijanjikan ini paling tidak berupa lima perkara:
1. Kekayaan.
وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
"Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepada kamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana" (QS Attaubah: 28).
2. Doa yang mustajab.
بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُوْنَ فَيَـكْشِفُ مَا تَدْعُوْنَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ وَ تَنْسَوْنَ مَا تُشْرِكُُوْنَ
"(Tidak) hanya kepada-Nya-lah kamu berdo'a, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdo'a kepada-Nya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah)." (QS Al-An'am 41).
3. Mendapatkan rejeki.
وَ اللهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِـغَيْرِ حِسَابِ
"Dan Allah memberi rejeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas" (QS Al-Baqarah 212).
4. Mendapatkan maghfirah.
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَ يَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيْماً
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain (syirik) itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang menyekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (QS Annisa' 48).
5. Menerima taubat.
و يَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَ اللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
"dan Allah menerima tobat orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana" (QS Attaubah 15).

Dengan demikian, ayat ini menunjukkan pasal kewajiban untuk bersyukur tehadap nikmat yang diterima. Bahkan jika manusia bersyukur terhadap nikmat, niscaya Allah akan menambahkan nikmat-Nya. Selain itu, ayat ini juga membawa ancaman pada orang-orang yang mengingkari nikmat dengan menunjukkan azab berupa neraka bagi mereka yang mengingkari.
BAB III
PENUTUP


A. Simpulan
1. Surat al-Takatsur turun dalam masyarakat Arab yang primordialistis dan sombong sehingga tidak bersyukur atas nikmat yang diterima dari Tuhan.
2. Surat al-Takatsur memiliki hubungan dengan surat-surat lain dalam al-Qur'an, khususnya surat al-Qari'ah, al-Adiyat, al-Ashr, dan al-Ma'un.










BIBLIOGRAFI
al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi
al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir al-Maraghi
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya
Hawwa, Sa'id , TazkiyatunNafs (Intisari Ihya Ulumuddin)
ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir
Ma'shum, Pendusta-pendusta Agama; Tafsir Surat al-Ma'un
Syihab, M. Quraisy. Tafsir al-Mishbah

Read More......